Pages

20 Agustus 2008

aku dan teratai

aku dan teratai

Ini kali ke3 aku melihatnya sedang memandangi laptopnya, entah apa yang dilakukannnya. Mending aku pulang dan tidur… capek!, batinku. Tapi aku merasa aneh… siapa dia, sepertinya dia memandangiku. Ah,sudahlah…lupakan!

Siang ini selepas makan siang, aku memandangnya dari balik jendela kelasku di lantai 2 yang menghadap ke taman kota. Pria itu misterius. Sama seperti laki laki yang diceritakan mbak Lita tentang kenalannya.

“ Namanya Radika. Dia yang bantu aku terapi. Orangnya diem tapi cool. Sorot matanya hangat dan menyenangkan. Rasanya damai banget jantung ini kalo di sampingnya.”, ceruta mbak Lita.

Berkali kali jantung itu hampir merenggut nyawanya. Keputus-asaan sering tersirat diwajahnya. Tapi kali ini aku menangkap sosok Radika di matanya. Semoga Radika bisa membuatnya bertahan lebih lama…. Semoga!

H

Aneh.., siang ini dia tidak terlihat ditaman, sampai sore pun selepas ekskul dia juga tidak terlihat. Kulangkahkan kakiku perlahan menyebrangi jalanan didepan sekolahku. Mengitari taman lingkaran itu mencoba menangkap sosok pria itu. Ketika semburan air mancur kolam teratai membasahiku, aku melepas lelah disebuah bangku dekat kolam. Aku menunggu. Entah menunggu siapa…? Tapi yang jelas aku ingin disini.

“Ehm.. sore yang indah.”, dia mengagetkanku. Yah …dia datang, pria itu. Aku hampir tidak percaya, penantianku gak sia sia.” Nunggu siapa? Engak nunggu aku,kan?”

Aku hanya tersenyum dan kembali memandangi teratai yang bergoyang. “ Aku suka teratai. Yah.. sekedar melepas lelah!”, aku berpaling padanya.” Lalu apa yang sering kau lakukan disini?”

“ Memandangi bunga..”, jawabnya tanpa memandang bunga

“ Bunga apa? Yang mana?”, aku berusaha mengikuti pandangan matanya.

“ Kamu..!”, singkat. “ ..kamu bunga yang cantik!”

Dia beranjak pergi tanpa pamit.. tanpa memandang ke belakang. “ Hei…!! Siapa namamu??”, teriakku.

Berhenti dan membalik badan, “ Lalita, kan?”. Dia tau namaku, tau dari mana? Tidak ada label nama di seragamku. Aku mengangguk.

“ kamu??”,sekali lagi dia hanya tersenyum dan pergi. Ya tuhan… senyuman dan sorot matanya hangat.

C

“ kamu mau kemana sih,Lit?”, tanya Dilla.

“ Iya nih, buru buru amat!”, timpal Rindy. Mau ketemuan…batinku.

“ udah ya, duluan! Aku udah edit semuanya. Mungkin besok udah bisa cetak. Bye!”. Secepat kilat aku melesat kegerbang, menyebrang, dan mengitari kolam teratai, untuk…mencarinya.

Yap, aku menenukannya. Kuatur nafasku yang ngos ngosan, rambutku yang berantakan, berjalan santai seolah tidak melihatnya.

“ Hai. Lit!”, sapanya.” Belum pulang? Mau liat teratai ato…aku?”

Pertanyaannya bikin aku melotot plus malu. Ketauan juga. Bener kata Rindy, aku ga bisa jadi pemain watak. “ Enak aja!”. Aku berjalan terus.

Dia menarik tanganku. “ Lebih enak duduk sini!”, dia menepuk tempat di sampingnya dan membuatku berpikir sejenak.” Ayolah!”

Dia mengulurkan tangannya. “ ..Dika!”

Aku duduk…disamping nya. “ Masih mau liat bunga.”, dia mengangguk.” Emang apa keistimewaan bunga itu?”

“ Entahlah, “, dia menghela nafas panjang. ” …mungkin setiap bunga punya banyak kesamaan satu sama lain. Rupa yang sama.. sama sama cantik,!”

Aku semakin bingung. “ Apa maksudmu?”.

“ Sudahlah, ayo jalan!”. Ternyata Radika suka akan keramaian malam, walaupun orangnya pendiem, dia menikmati banget malam ini. Apalagi aku. Malam ini aku pulang dengan hati yang riang gembira. Jujur, aku juga gak tau perasaan apa yang berdetak di jantungku.

“ ta , kamu mau kemana? Kok rapi amat, mau kencan ya?”, tanya mama

“ Ih..mama ada ada aja, sapa juga yang mau kencan. Cuma ada janji ma dilla.”

“ Ooohh, sama dilla.”, kayaknya mama enggak percaya.

Udah sebulan aku kucing kucingan ama mama kalo mau keluar ma Dika. Abis mama melarang aku pacaran sampai lulus. Padahal Dika kan udah di depan mata. Jadi ya beginilah akhirnya…kucing kucingan.

»

Belakangan ini Dika enggak hubungi aku, mungkin dia sibuk. Aku juga enggak sempat hubungi dia. Kami semua sibuk ngurusi mbak Lita. Tiga hari yang lalu, mbak Lita pingsan dan sekarang lagi dirawat. Jadi aku ya gantian ma papa nemenin ia.

Sekarang udah hampir maghrib, mbak Lita udah selesai makan, dan sekarang giliranku makan dan sekalian solat. Mbak Lita itu sudah sering keluar masuk RS, jadi udah berani sendirian. Tapi udah lama juga aku keluar, ntar mbak Lita khawatir. Kalo dipikir pikir yang harus dikhawatirkan itu mbak Lita bukan aku.

“ Eh Ta, dah balik?”, katanya. Aku melihat senyum itu.” Kenalin, ini Radika. Dik, ini adikku Lalita. Ta, Radika.”

Dia menjabat tanganku seolah tak pernah kenal. “ maaf,mbak, abis cari angin sekalian cuci mata.”, mbak Lita menggenggam tangan Dika erat. Aku yakin itu Dika yang kukenal. Ya Tuhan, apa yang terjadi?

“ mbak, kalo gitu aku mau keluar dulu.”, aku melirik kearah Dika. Dika hanya tertunduk.

Aku gak sanggup melangkah lagi, hanya bersandar diluar kamar. Terdengar kamar mbak Lita ditutup.

“ Lit, kamu baik baik saja kan?”, Dika membuyarkan.

“ Hanya satu hal yang ingin kutanyakan padamu…”, Dika menatapku tajam.” Apa maksudmu degan semua ini?”

“ Tidak ada. Aku hanya ingin membantu kakakmu.”, jawabnya.

“ Membantu katamu? Bantu apa? Kamu cuma bisa bahongin mbak Lita…juga aku!”

Aku melangkah pergi, takut tumpah air mataku.

“ Lalita tunggu! Maafkan aku!”, kuhentikan langkahku.” Maafkan aku… Sungguh, aku enggak tau kalo kalian bersaudara..”

“ Apa maksudmu?.kalopun kami enggak bersaudara kamu tidak berhak mempermainkan dua orang sekaligus!”, suaraku makin meninggi.

“ Aku sayang sama kamu. Cuma kamu..!”.

“ Lalu bagaimana dengan mbak Lita?”, tanyaku.” Kamu anggap apa dia?”

“ Lita hanya…”

“ Sorrry aku gak terima kau perlakukan kakakku seperti itu. “, aku sudah gak berani menatapnya. “ …aku mundur!”

k

Sejak kami putus aku malah sering bertemu dengannya. Tak ada kata terucap darinya. Seolah kami tak pernah bertemu, tak pernah ada pertemuan di taman, tak pernah ada makan malam, tak pernah ada namaku dihatinya. Aku hanya mendengar suara manisnya dari balik tembok kamarku

Aku akan tetap sama seperti yang kau kenal walau aku harus melihatmu bersama mbak Lita. Kamu orang yang bisa membuatku merasa jadi yang terbaik dan membuatku… lebih sayang pada mbak Lita. Aku ikhlas.. Cuma kamu yang bisa memberi semangat mbak Lita unttuk tetap bertahan

H

“ Semua akan baik baik saja!”, kata mama. Berusah tabah walau tau benar resikonya adalah kehilangan. Kami menemukan mbak Lita pingsan lagi.

Aku melihat Radika bersandar, tak ada yang bisa dilakukannya. Radika hanya seorang yang bisa membangkitkan semangat…bukan dokter. Mbak Lita pernah cerita dia bertemu dengan Radika di klinik seorang psikiater, saat dia sudah putus asa akan jantungnya. Radikalah yang membuatnya kembali hidup. Tapi apa yang terjadi sekarang?

Plakkk!!!, “ apa yang kamu lakukan?”, aku menampar wajahnya. Dia hanya tertunduk.” ..jawab!!!”. tak kusadari tanganku kembali terayun.

“ Puas Lalita sayang? Bukannya kamu seneng kalo aku kembali padamu?”, suaranya makin meninggi. “ Bukannya kamu masih mengharapkanku.

Dia menangis.

“ …aku menginginkanmu juga mbak Lita. Tapi aku tau semua telah berubah. Semua sudah terlanjur.”

E

Lantunan lahlil dan yasin menggema di seluruh ruangan. Ruangan yang pernah dipakai mbak Lita merajut cinta. Sudah tiga tahun berlalu, baru malam ini kembali ada yang menyebut namanya. Dika.

“Dari siapa, ma?”,karanganbunga yang cantik.

“ …Radika.”, mama menberikan bunga itu padaku

Radika, dimana kamu? Aku ,merindukanmu. Ini buat mbak Lita ya? Dulu kamu sering membawakanku bunga.

Minggu depan aku harus terbang ke Malaysia, melanjutkan studyku yang sempat tertunda. Kuletakkan bunga itu di meja, aku teringat surat yang di berikan Dika untukku, sesaat setelah pemakaman mbak Lita. Surat yang tak pernah kubuka.

Dear Lalita,

Entah percaya atau tidak kamu wanita yang pertama dan terakhir. Dan kakakmu pun rela pergi hanya demi adiknya yang cantik. Kamu tau sendiri kakakmu menggantungkan harapannya padaku. Apa yang bisa kuperbuat?. Mengatakan bahwa aku jatuh cinta pada adiknya?. Kamu ingin menghancurkan harapannya?

Aku tau ini menyakitkan, tapi semua sudah terlambat, kakakmu membaca diarymu. Aku sudah jelaskan semuanya tapi kakakmu memilih untuk mengalah. Dia memilih pergi.

Minggu depan aku berangkat ke Malaysia. Aku akan bekerja di sana. Kalo kamu masih mau berteman denganku, kutunggu ditaman besok pagi.

Radika…

“ mbak Lita maafkan aku…!!!”, teriakku. Aku bahkan tidak pernah membika surat itu. Aku bersalah pada mereka.

B

Hari pertama, jalanan Kuala Lumpur membuatku lari terengah engah. Padat merayap dan panas. Koridor kampus sudah sepi. Aku terus berlari seakan koridor itu tak berujung. Dan akupun harus mencari dulu kalasku.

Akhirnya kutemukan juga. Dilan tai 4 gedung barat persis disebelah rest room.

“ I’m sorry….”, ucapku sambil melangkah masuk. Dan akupun tercekat. Sosok yang sudah lama tidak kutemukan berpaling dan berjalan ke arahku. Ya ..bener itu Radika. Itu bener bener Radika.

“ Good afternoon, Miss! You are soo late. It’s your first class, you know?”, dia memandangku kesal seolah tak kenal.” ..but I want you to go out from my class!”

Keluar??? Aku disuruh keluar. Apa dia sudah lupa padaku? Sebenarnya aku bahagia bertemu dengannya. Tapi enggak terasa air mataku menetes. Dan aku cepat cepat keluar.

Dengan cepat aku berlari menuruni tangga. Entah apa yang kutangisi. Karena diusir keluar? Atau tangis haru bertemu denagnnya lagi?…bukan!

Aku berdiri di depan kolam teratai. Dingin, terkena cipratan air mancur. Dan iar matakupun bercampur.

“ Kok telat sih?”, Dika berdiri di sampingku. Aku menoleh perlahan tanpa berkata. “ Udah lama disini?”

maaf.. maafkan aku. Aku enggak datang waktu itu. Aku…”

“ Udahlah, lupakan. Jalan yuk!”, ajak nya. Dia merengkuh bahuku sebelum aku menjelaskan semuanya. Apa dia memaafkanku? Apa dia tau keadaanku sebenarnya?

“ Dik, aku merindukanmu..”, dia cuma tersenyum terus menatap jalan di depannya. Aku gak tau harus ngomong apa. Semua terjadi tak terduga, siapa yang tau dia dosenku. Dia tidak berubah. Dan aku tetap saja gak mengartikan senyumnya itu.

Di front office aku melihat seorang wanita melambai ke arahnya.

“ hai sayang!”, sapanya, Dika pun melepas tangannya. Dia mencium pipi Dika.” Mau kemana nih?”, dia memandang aku.

“ Oh ya, kenalin, ini ….temanku dari Indonesia. Lalita.”, dia menjabat tanganku.

“ Dena.”

“ sampai nanti malam ya, kita mau liat Kuala Lumpur sebentar, Yuk. Lit!”

Dika tetap saja merengkuh bahuku. Seakan tidak ada yang berubah antara kita. Aku tetap saja tidak pernah mengerti dia. Dia pun tidak terkejut akan kedatanganku, seakan dia tau semua planningku. Termasuk tidak menyembunyikan aku didepan…pacarnya.

Langkahku terhenti. “.. dia pacarmu?”, tanyaku.

“ Ya.”, jawabnya enteng.” Kenapa berhenti, ntar keburu sore lho!”

Aku menyentakkan tangannya.” Kenapa sih kamu berlaku seolah tidak pernah terjadi apa apa antara kita. Di depan mbak Lita dulu , atau saat dikelas tadi, dan di depan pacarmu tadi.”, air mataku sudah tumpah.” Tidak pentingkah aku?”

Dia Cuma menghela nafas. Tetap tanpa komentar.

“ Maafkan aku tidak datang ke taman. Itu karena hatiku masih sesak. Aku belum bisa memaafkanmu.”, suara makin melemah. “ …awalnya aku bimbang memilih Malaysia untuk tujuan studyku, tapi setelah kubaca suratmu, hatiku pun melangkah ke sini. Aku harap bisa mencarimu dan memperbaiki hubunan ini.”

“ Kamu dan kakakmu adalah orang spesial dalam hidupku,.”, dia menatapku lekat. “ ..akan selalu dalam hatiku. Kau tau, 3 tahun aku menunggu tanpa kabar darimu?”

“ tapi nyatanya kamu masih bisa bertahan, kenapa kamu enggak menghubungi aku? Menanyakan kabarku? “, suaraku makin meninggi. “ Kenapa? Karena sudah ada wanita itu disampingmu? Sudah ada yang menyayangimu? Sudah ada yang menggantikan aku dan kakakku?”

“ Lit, aku putus asa.”, Dika mesemas bahuku. “ Aku berusaha enggak lagi berkhayal tentang kamu. Sudah banyak yang terjadi diantara kita enggak mungkin bersama lagi. Itu gak mungkin!”

“ Dik..,”, kupalingkan wajahku padanya.” Pernahkah kamu mencintaiku dengan tulus, walau cuma semenit?”

Aku melangkah mundur, wajahnya tetap tertunduk. Halaman kampus penuh dengan dedaunan kering sore ini. Dia enggak mengejarku… hanya terpaku diam. Pikiranku kacau…kalut! Inginku berlari dan berteriak tapi…kenapa semua berubah menjadi gelap? Sudah malamkah ini? Hei bukankah itu mbak Lita…? Kenapa dia ada disini? Dia tampak cantik saja…. °10042004

0 comments:

Posting Komentar

mohon untuk mengisi komentar