Pages

10 September 2008

The Deep



Namaku Sherry, aku sekarang sekolah di salah satu SMP swasta di kotaku. Aku punya teman baik dari SD, bahkan kini kami duduk bersebelahan. Namanya Aprie. Dia sangat kuat dan mandiri. Aku sangat bergantung padanya. Di mana ada Aprie, di situ ada aku. Jadi, tidak heran bila ekskul yang aku pilih akan sama dengan ekskul yang dia pilih yaitu PRAMUKA. Memang agak membosankan sih tapi apa boleh buat.

Suatu hari ketika kami selesai latihan PRAMUKA, temanku Ifa mengajakku main basket dulu sebelum pulang. Aku yang sangat suka dengan basket ini tentu saja tidak perlu berpikir dua kali lagi untuk menerima ajakannya itu. Langsung kusambar bola yang dipegangnya dan kami pun mulai bermain. Ketika kami bermain basket ada juga kakak-kakak kelas 2 yang tiba-tiba ingin mengajak sparing. Mungkin saat itulah aku bertemu dengannya pertama kali. Namanya Chris. Awalnya aku tidak merasakan suatu kejanggalan pada diriku, tapi entah mengapa lama-kelamaan aku mulai terus memikirkannya. Parahnya lagi, setiap kali aku bertemu dengannya aku selalu bertindak di luar kontrol, seperti salting gitu. Aduh... perasaan ini benar-benar membuatku bingung karena yang seperti ini baru pertama kali aku alami.

Tahun ajaran baru pun dimulai, aku sangat senang telah berhasil melewati hari-hariku sebagai junior di kelas 1. Walaupun aku merasa sangat senang karena naik kelas, aku juga merasa sedih karena aku dan Aprie beda kelas. Aku benar-benar merasa bingung saat ini karena biasanya ada Aprie yang selalu membantuku. But, the life must goes on. Akhirnya, aku mulai terbiasa tanpa Aprie.

Kini aku menjadi ketua kelas di kelasku, ini sama sekali tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, semua anak di kelasku itu bandelnya bukan main. Aku cukup kewalahan untuk mengurusnya, ditambah lagi aku juga harus aktif dalam OSIS. Rasanya bener-bener cuape deh. Oya, sekarang hubunganku dengan Kak Chris udah akrab. Cuma jangan mikir yang aneh-aneh dulu, Kami akrab karena kami punya kesamaan tujuan intinya kami hanya berteman.

Suatu hari saat istirahat, Kak Chris main ke kelasku. Padahal biasanya dia jarang main ke kelas pas lagi istirahat. Hatiku mulai bertanya-tanya, sepertinya ada sesuatu yang aneh terjadi di sini. Ternyata feelingku itu benar, Kak Chris menanyakan nomor telepon Rina, teman sekelasku, sambil tersipu malu. Aku sadar ternyata Kak Chris menyukai Rina. Untuk sesaat aku dapat merasakan jantungku yang biasanya berdebar kencang bila berada di sampingnya, kini terasa berhenti berdetak dan dadaku terasa sakit sekali. Aku tidak tahu apa penyebabnya.

Aku tidak bisa tidur karena memikirkan apa penyebab dari rasa yang sangat tidak mengenakkan ini. Rasa sakit itu terasa semakin hebat jika aku melihat Kak Chris dengan Rina bersama. Aku mencoba menenangkan diriku. Akhirnya, aku sadar bahwa aku cemburu dengan Rina. Kini tak dapat aku pungkiri bahwa aku memang menyukai Kak Chris, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hubungan mereka kini sudah semakin dekat. Dengan kata lain, sudah tidak ada tempat lagi bagiku di hati Kak Chris. Jalan yang terbaik bagiku saat ini adalah menarik diri dari hubungan mereka dan bersikap wajar seperti biasanya. Aku putuskan cukup dengan memandangnya saja itu sudah cukup bagiku, biarlah perasaan ini membeku dengan sendirinya. Walaupun sebenarnya hatiku menjerit dan menangis, tapi aku selalu berusaha untuk menjadi anak yang tidak pernah sedih. Aku berusaha sebisa mungkin menutup perasaan sedihku pada siapa pun.

Tak terasa waktu pun terus berlalu, tibalah hari perpisahan anak kelas 3. Sebenarnya hari ini aku merasa sangat sedih karena aku akan berpisah dengan Kak Chris dan tidak bisa melihatnya lagi. Rasanya hari ini aku ingin mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya padanya, tapi aku tidak mampu mengatakannya karena aku terlalu takut mendengar tanggapannya.

Acara perpisahan pun berakhir, semua anak sudah saling berjabat tangan, ada yang menangis, ada yang tertawa, memberi semangat dan sebagainya. Akhirnya, ia pun mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku. Aku sangat senang, sampai-sampai air mataku pun mengalir tiada hentinya. Aku sangat menyesal karena aku tidak punya keberanian untuk menyatakan rasa sukaku kepadanya. Semuanya berakhir. Mungkin bila aku bertemu dengannya lagi, aku akan mengatakan perasaanku kepadanya. Aku tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya.

Sekarang aku sudah kelas 3 tapi kenangan itu belum hilang dari ingatanku. Masih teringat jelas rasa gembira, sedih, dan haru yang aku alami. Kejadian jabat tangan itu seolah-olah baru kemarin tejadi. Semuanya tidak akan pernah aku lupakan. Aku bersyukur bisa memiliki rasa ini.

SELESAI

0 comments:

Posting Komentar

mohon untuk mengisi komentar